Kamis, 14 Agustus 2008

PENENENTUAN LOKASI SOLO TECHNOPARK






I. Definisi Technopark

Science & Technology Park merupakan sebuah area di perguruan tinggi yang dapat dipergunakan oleh industri. Dia juga dikenal dengan nama lain seperti; “science park”, “science city”, “technopark”, “business park”, “technology corridor”, “technology zone”, dan masih banyak nama lain. Untuk selanjutnya akan menggunakan istilah technopark untuk semua itu. Ada beberapa definisi dari technopark ini. Definisi technopark berikut diambil dari Aegean Tech1 di Turki:

  • is on an appealing land and contains beautiful architectural buildings scattered spatially where carefully selected science and technology or R&Dcompanies function, for new or applicational research,

  • conducts joint R&D with renowed close-by universities profiting extensively from their technological resources,

  • realizes strong technology transfer among universities, research laboratories and industry,

  • systematically draws support from the technopark's management in order to develop its management skills, finds solutions to financing at all levels of the innovation process, and makes extensive use of all modern office facilities and consulting services.

1.1. Tujuan Technopark

Tujuan dari technopark adalah untuk membuat link yang permanen antara peguruan tinggi (akademisi), pelaku industri / bisnis / finansial, dan pemerintah. Technopark mencoba menggabungkan ide, inovasi, dan know-how dari dunia akademik dan kemampuan finansial (dan marketing) dari dunia bisnis. Diharapkan penggabungan ini dapat meningkatkan dan mempercepat pengembangan produk serta mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan inovasi ke produk yang dapat dipasarkan, dengan harapan untuk memperoleh economic return yang tinggi.

Adanya technopark akan membuat link yang permanen antara perguruan tinggi dan industri, sehingga terjadi clustering dan critical mass dari peneliti dan perusahaan. Hal ini membuat perusahaan menjadi lebih kuat.


1.2. Sejarah Technopark

Technopark awalnya muncul di tahun 1950-an di Amerika Serikat di dorong oleh keinginan sejumlah ilmuwan yang ingin menerjemahkan pengetahuan dan hasil R&D mereka menjadi sesuatu yang bisa dijual dan bernilai ekonomis, yakni produksi dan marketing. Technopark pertama didirikan dengan dukungan Stanford University di California. Sekarang ini technopark tersebut lebih dikenal sebagai Silicon Valley, dimana 200.000 lebih orang professional berkualitas internasional bekerja untuk produk-produk dengan nilai tambah tinggi. Muncul kemudian Sophia Antipolis (Perancis) di tahun 1960 danTsukuba Science City (Jepang) di tahun 1970. Sampai sekarang ini ada lebih dari 400 technopark di seluruh dunia dan bertumbuh terus. Di Amerika Serikat sendiri ada 150 technopark, lalu Jepang memiliki 111, Cina mulai di tahun1980 dan sekarang sudah memiliki 100 technopark

Secara umum Technopark didefinisikan sebagai sebuah kawasan melingkupi perkantoran, pusat perdagangan, laboratorium penelitian, pusat pelatihan dan pendidikan, dan fasilitas lain yang dilengkapi dengan infrastruktur super modern dilingkungan yang hijau, dengan tujuan utama untuk mendorong tumbuhnya inisiatif regional guna membangun ekonomi berbasis inovasi dan teknologi.



1.3. Manfaat dari Technopark

Salah satu manfaat utama dari technopark dilihat dari kacamata industri adalah adanya akses ke sumber daya manusia (SDM) di kampus. Industri dapat mengakses ide, inovasi, dan teknologi yang dikembangkan oleh para peneliti di kampus. Mahasiswa (di luar negeri umumnya adalah mahasisa S2, S3, dan post doctoral) merupakan “pasukan semut” peneliti yang sangat penting karena jumlahnya yang banyak dan tidak terlalu mahal honornya. Industri lebih suka dengan pendekatan ini karena mereka tidak perlu merekrut pegawai tetap yang membawa banyak pertimbangan dan masalah (misalnya pengembangan karir, dsb.).

Di sisi lain, dosen, peneliti, dan mahasiswa senang dengan adanya technopark di kampus karena mereka dapat langsung berhadapan dengan masalah nyata yang dihadapi oleh industri. Mahasiswa dapat menggunakan pengalamannya ini sebagai referensi ketika dia mencari pekerjaan lain, jika dia tidak tertarik untuk menjadi bagian dari perusahaan yang bersangkutan. Program-program co-op dapat dibuatkan untuk mendukung kegiatan ini.

Industri yang sarat dengan teknologi akan selalu membutuhkan penelitian dan pengembangan (research & development, R&D), sehingga peran perguruan tinggi dan lembaga penelitian pasti sangat diperlukan. Namun kelihatannya perguruan tinggi dan lembaga penelitian di Indonesia belum dapat menghargai industri sebagai client atau partner untuk jangka panjang. Biasanya hubungan ini masih berupa proyek yang sering berhenti dan tidak berkelanjutan. Dengan kata lain, technopark dapat menjadi penghubung yang permanen antara perguruan tinggi dan industri.

Sebuah penelitian yang kemudian hasilnya ditampilkan di Wired Magazine mengatakan bahwa keberhasilan sebuah daerah atau area dalam mengembangkan teknologi ditentukan oleh empat (4) hal, yaitu:

  • Adanya perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian

  • Adanya perusahaan (established companies) dimana fokusnya adalah perusahaan multinasional yang menjadi jangkar di area tersebut

  • Adanya semangat untuk mendirikan perusahaan startup

  • Ketersediaan finansial, misalnya venture capital

Adanya technopark juga membawa manfaat lain seperti menciptakan terjadinya clustering dan critical mass dari peneliti (yang nantinya diasosiasikan dengan know how). Technopark juga dapat mencegah atau mengurangi brain drain (meskipun ini tidak terlalu menjadi masalah).

II. Permasalahan

Pemerintah Kota Surakarta berusaha bagaimana menjembatani output dunia pendidikan kejuruan dan pendidikan tinggi dapat linkage dengan sektor industri, dengan ide untuk mengembangkan suatu kawasan teknologi (Solo Techno Park) yang dapat mengintegrasikan berbagai kepentingan terkait dengan issue pengembangan dan aplikasi teknologi berbasis SDM yang kuat untuk yang mampu mendukung pangsa tenaga kerja di sektor industri dimediasi dengan stakeholder lain, apakah itu sektor pemerintah, investor dan masyarakat

Berdasarkan ketetapan Walikota Surakarta, maka lokasi geografis yang dipilih sebagai kawasan Solo Technopark adalah seperti pada gambar 2.1, yaitu di wilayah Pedaringan yang sebagian telah digunakan sebagai terminal peti kemas dan pergudangan. Solo technopark akan dibangun pada lahan kosong seluas 10 hektar, lokasi ini dianggap strategis karena dekat dengan kampus UNS dan STSI, tidak terlalu jauh dari pusat kota dan untuk mengembalikan tanah negara yang telah dijarah oleh sebagain warga tersebut.

Dari uraian diatas, maka permasalahan yang akan dijawab dalam penulisan tugas ini adalah, “Apakah secara kajian ilmiah Ketetapan Walikota Surakarta terkait penentuan lokasi Solo Technopark telah tepat sehingga mampu mengintegrasikan kepentingan dunia pendidikan, dunia usaha dan Pemerintah Kota Surakarta ? “



III. Tujuan dan Sasaran

3.1. Tujuan

Tujuan penyusunan sistem informasi perencanaan ini adalah menetukan lokasi ideal bagi kawasan Solo Techno Park yang mengintegarsikan kepentingan dunia pendidikan, dunia usaha dan Pemerintah Kota Surakarta


3.2. Sasaran

Sasaran penyusunan sistem informasi perencanaan pemilihan lokasi kawasan Solo Techno Park adalah :

  1. Memetakan kondisi pendidikan di Kota Surakarta, khususnya Perguruan Tinggi

  2. Memetakan sebaran lahan kosong di Kota Surakarta, khususnya milik pemerintah

  3. Memetakan kawasan yang layak untuk bangun atau budidaya.

  4. Memetakan daerah rawan banjir

  5. Memetakan sebaran infrastruktur dan daerah jangkauannya

  6. Memetakan jangkauan fasilitas pendidikan perguruan tinggi

  7. Menganalisis kelayakan lokasi Solo Techno Park




IV. APLIKASI GIS TERHADAP PEMILIHAN LOKASI“SOLO TECHNO PARK”


Perencanaan suatu kota merupakan proses berkelanjutan yang terorganisasi dan dilakukan dengan beberapa tahapan dalam perencanaan. Perencanaan adalah hal kompleks yang mencakup banyak kondisi dimana kondisi tersebut saling berhubungan dalam suatu ruang lingkup. Dalam melakukan perencanaan dan pembangunan suatu kota harus diperhatikan potensi dan kendala yang ada di kota tersebut, salah satu kegiatan dalam perencanaan adalah analisis rencana yang membutuhkan data dan informasi untuk diinterpretasikan.

Data dan informasi yang baik dapat mendukung dalam perencanaan wilayah dan kota untuk mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan. Sehingga perencanaan pembangunan yang terstruktur membutuhkan suatu sistem informasi perencanan yang dapat menggambarkan dan menjelaskan seluruh proses perencanaan yang terstruktur dan sistematik. Sistem informasi dapat menampilkan konsep dan model kerja dalam suatu perencanaan. Oleh karena itu, dalam laporan ini akan dijabarkan mengenai pemetaan implikasi rencana tata ruang guna menentukan lokasi optimal penempatan Solo Technopark. Untuk menunjang pembuatan laporan ini dibutuhkan beberapa data, sebagai berikut :

  1. Data Topografi Kota Surakarta

  • Data Curah Hujan

  • Data Kelerengan

  • Data Infiltrasi

  • Data Jenis Tanah

  • Data Daerah Aliran Sungai

  • Data Daerah Genangan

  1. Data Teknis (Design Maket Solo Techno Park)

  2. Data Lahan Kosong Kota Surakarta

  3. Data Tata Guna Lahan Kota Surakarta

  4. Data Jaringan Jalan

  5. Data Asset (tanah) milik Kota Surakarta

  6. Data Sebaran Pendidikan Tinggi Kota Surakarta

  7. Data Lokasi Industri Kota Surakarta

  8. Data Fasilitas Kota Surakarta

    • Telekomunikasi

    • Jaringan Jalan

    • Jaringan Listrik

  9. Data RUTRK Kota Surakarta


Semua data di atas akan di bangun dalam bentuk raster (build to raster) dengan menggunakan spasial analisyt, sehingga diperoleh masing-masing peta dari setiap data. Peta tersebut akan di overlay dengan peta-peta pendukung lainnya sehingga ditemukan pemilihan lokasi ideal bagi kawasan Solo Techno Park. Semua data di atas diambil berdasarkan kriteria dan pengelompokan masing-masing dan dianalisis berdasarkan RTRW yang ada sehingga dapat diketahui implikasi rencana tata ruang terhadap pembangunan kawasan Solo Techno Park. apakah rencana pemilihan lokasi kawasan Solo Techno Park sesuai atau tidak dengan kebijakan tata ruang dan kriteria pokok dari indikator pemilihan lokasi bagi suatu kawasan Solo Techno Park.

Pembuatan permodelan bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah apa yang dilakukan dalam membangun model penentuan lokasi bagi kawasan Solo Techno Park . Hasil dari permodelan penentuan lokasi bagi kawasan Solo Techno Park ini, nantinya akan berguna bagi pengembangan kawasan Solo Techno Park ke depan.


4.1. Proses Penentuan Kawasan “Solo Techno Park

Untuk menentukan lokasi bagi kawasan Solo Techno Park, mencoba menggabungkan pendekatan teoritik yang bersumber dari literature terkait dengan konsep techno park dan kondisi riil yang ada di Kota Surakarta. Dengan kombinasi ini akan ditemukan lokasi ideal bagi Kawasan Solo Techno Park, berikut adalah proses/tahap penentuan lokasi kawasan Solo Techno Park :

  • Karena berfungsi sebagai kawasan riset & development yang menghasilkan inovasi produk & jasa bagi sektor industri dan ada sentuhan park-nya, maka diperlukan design maket awal dari bangunan untuk menentukan kebutuhan lahan. Kawasan ini membutuhkan lahan yang cukup luas, dengan melihat design maket bisa diketahui bahwa kawasan ini akan membutuhkan lahan kosong minimal seluas 10 hektar.


GAMBAR 4.1.

DESAIN MAKET SOLO TECNO പാര്ക്ക്





  • Pertimbangan efisiensi dan percepatan pembangunan kawasan Solo Techno Park, maka lokasi Solo Techno Park akan menempati lahan milik Pemkot Surakarta, yang berupa tanah kosong dan belum digunakan bagi aktivitas kegiatan tertentu. Ini ditempuh, untuk menghindari runyamnya masalah pembebasan tanah jika lahan bukan milik Pemkot Surakarta sekaligus meminimalisi biaya proyek pembangunannya.

  • Meski secara topografi Kota Surakarta, tidak memiliki karateristik topografi yang ekstrem, kawasan Techno Park, tetap harus mempertimbangkan jenis dan karateristik topografi Kota Surakarta untuk melihat, dimana kawasan Solo Techno Park akan di bangun. Analisis topografi meliputi : jenis tanah, curah hujan, kelerengan dan daerah bebas banjir.

  • Mengutip dari wired magazine, dimana untuk mengembangkan kawasan techno park, harus ada perguruan tinggi/lembaga penelitian yang siap menghasilkan inovasi product, maka lokasi Solo Techo Park harus mendekati lokasi/cluster perguruan tinggi , misal PTN di Kota Surakarta

  • Masih terkait dengan indikator pengembangan kawasan teknologi menurut wired magazine, dimana untuk mengembangakan teknologi harus ada perusahan yang establised, artinya idealnya lokasi kawasan Solo Techno Park, sebisa mungkin mendekati lokasi/aglomerasi industri besar/pusat-pusat aktivitas bisnis

  • Karena Solo Techno Park didesain dapat menyeimbangkan kepentingan dari 3 stakeholder besar, yaitu sektor industri, dunia pendidikan dan pemerintah daerah, maka idealnya lokasi bagi kawasan ini mampu mengakomodasi kepentingan 3 stakeholder tadi, yang didasarkan pada kedekatan pada aspek fasilitas kota dan akses jaringan jalan yang mudah.



BAGAN 4.1.

MODEL PENENTUAN LOKASI KAWASAN SOLO TECHNO PARK




Dari hasil pengolahan dengan menggunakan software Arc View 3.3 didapatkan Lokasi techno park yang paling sesuai ditunjukkan oleh poligon berwarna hijau sebagai berikut:





GAMBAR 4.3 LAYOUT AKHIR




V. KESIMPULAN

Dari penjelasan dan analisis pada penentuan lokasi untuk Solo Techno Park dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mentukan suatu lokasi tertentu diperlukan terlebih dahulu variabel-variabel terkait yang berpengaruh. Dari variabel tersebut maka ditentukan kriteria maupun skor yang merepresentasikan kelayakan atau ketidaklayakan dari sudut pandang tiap-tiap variabel.

Untuk penentuan kawasan, maka dilakukan overlay atau penggabungan data spasial. Overlay dengan menggunakan geoprocessing dan buffer yang ada pada Arc View dan merupakan salah satu software dalam GIS dapat lebih mudah untuk membuat suatu jangkauan pelayanan sekolah maupun pembangunan sarana prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Dari hasil analisis tersebut, maka lokasi semula pembangunan Solo Tehcno Park yang telah direncanakan di daerah Pedaringan, Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, telah berada pada kawasan yang merupakan lokasi yang paling ideal untuk dibangun Solo Techno Park.







Daftar Pustaka


Charter, Denny. 2003. Desain dan Aplikasi Geographics Information System. Jakarta: Elex Media Komputindo.


Kantor Pengelolaan Aset Daerah Kota Surakarta, 2007. Peta Aset Tidak Bergerak Wilayah Kecamatan Jebres, Surakarta.


Kantor Pengelolaan Aset Daerah Kota Surakarta, 2007. Peta Aset Tidak Bergerak Wilayah Kecamatan Serengan, Surakarta.


Kantor Pengelolaan Aset Daerah Kota Surakarta, 2007. Peta Aset Tidak Bergerak Wilayah Kecamatan Laweyan, Surakarta.


Kantor Pengelolaan Aset Daerah Kota Surakarta, 2007. Peta Aset Tidak Bergerak Wilayah Kecamatan Banjarsari, Surakarta.


Kantor Pengelolaan Aset Daerah Kota Surakarta, 2007. Peta Aset Tidak Bergerak Wilayah Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta.


Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007. Departemen Pendidikan Nasional.


Prahasta, Eddy. 2007. Sistem Informasi Geografis (Tutorial ArcView). Bandung: Informatik,.


Prahasta, E., 2005. Sistem Informasi Geografis (Konsep-Konsep Dasar), Bandung: Informatika.


Spacelab, 2007. Modul Pelatihan GIS Lanjutan, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (tidak diterbitkan)


Tilaar, HAR., 2001. Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta:Rineka Cipta.




Rabu, 18 Juni 2008

PENUNTASAN WAJAR 9 TAHUN

MANAGEMEN PENUNTASAN
WAJIB BELAJAR 9 TAHUN



A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan satu aspek penting bagi pembangunan bangsa. Karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang bermutu, yang merupakan produk pendidikan, merupakan kunci keberhasilan pembangunan suatu negara.
Hal itu menjadi program utama pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional khususnya. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama yaitu dengan dicanangkannya Program Wajib Belajar 9 tahun. Diharapkan, dengan adanya program wajib belajar 9 tahun jumlah anak putus sekolah (drop-out) bisa diminimalisir dan juga sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Program Wajib Belajar tersebut oleh Depdiknas dicanangkan selesai pada tahun 2008 dengan sasaran:
1. Anak usia SD/MI (7-12 tahun) dan anak usia SMP/MTs (13-15 tahun) yang belum bersekolah di SD/MI, SMP/MTs atau yang sederajat.
2. Anak putus SD/MI dan SMP/MTs maupun pendidikan lainnya yang sederajat.
3. Anak kelas VI SD yang karena alasan ekonomi dikhawatirkan tidak dapat melanjutkan ke SMP/MTs maupun pendidikan lainnya yang sederajat.
Berbagai upaya telah dilaksanakandalam rangka percepatan penuntasan Wajar 9 Tahun tersebut, namun hasilnya belum optimal. Saat ini APK SMP/MTs sederajat sebesar 92,52% dan di Jawa Tengah baru sebesar 92,57%
Menurut Ferdiansyah (kompas, 2 Januari 2007), upaya penuntasan wajib belajar sembilan tahun yang dilakukan Pemerintah memiliki kelemahan terkait dengan koordinasi dan pendanaan. Kelemahan koordinasi tersebut tidak lepas dari tak kunjung selesainya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang wajib belajar yang seharusnya telah diselesaikan 2 tahun setelah pengesahan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Selain belum selesainya RPP Wajib Belajar, RPP Pendanaan Pendidikan juga tak kunjung diterbitkan sehingga menyulitkan koordinasi karena masing-masing pihak tidak terikat oleh hukum.

B. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR 9 TAHUN YANG BERMUTU.
Untuk menuntaskan Wajib Belajar 9 Tahun yang bermutu pada tahun 2008/2009, maka pemerintah pusat selain harus menyelesaiakan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang wajib belajar dan RPP Pendanaan Pendidikan, perlu juga mencanangkan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun. Strategi yang dapat ditempuh adalah melalui peningkatan dan perluasan akses, peningkatan mutu dan daya saing serta peningkatan governance, akuntabilitas dan pencitraan publik. Rincian dari tiga perencanaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan Akses dan Perluasan Pendidikan.
· Mengoptimalkan daya tampung sekolah yang tersedia baik pada SMP negeri maupun swasta.
· Membangun unit sekolah baru (USB) dan ruang kelas baru (RKB) bagi daerah yang membutuhkan.
· Mengembangkan pendi­dikan dasar terpadu (SD-SMP satu atap) di daerah - daerah terpencil dan terisolasi.
· Mem berdaya kan SMP Terbuka, dan kelas jauh/filial.
· Menyediakan beasiswa bagi anak didik dari keluarga tidak mampu.

2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing.
· Pemenuhan kebutuhan fasilitas belajar, buku dan alat pembelajaran minimal, termasuk rehabilitasi SMP yang rusak.
· Penataan dan standarisasi sistem pembiayaan pendidikan minimal (BOS, school grant, dsb).
· Peningkatan proses pembelajaran yang efektif (berbasis kompetensi, pembe­lajaran kontekstual, dan pendidikan kecakapan hidup).
· Pelaksanaan kompetisi akademik dan non akademik tingkat lokal, nasional dan internasional.
· Pembenahan manajemen dan kepemimpinan sekolah melalui program manajemen berbasis sekolah.
· Pelaksanaan akreditasi sekolah untuk menentukan tingkat kelayakan SMP negeri dan swasta.

3. Peningkatan tata kelola (governance) dan akuntabilitas publik adalah:
· Menekan jumlah anak mengulang dan putus sekolah melalui: BOS, beasiswa, pemenuhan kondisi minimal untuk belajar, dan peningkatan efektivitas pembelajaran;
· Memberdayakan dan meningkatkan efektivitas manajemen pendidikan (infor-masi, perencanaan, penyelenggaraan, monitoring, dan evaluasi) di semua tingkatan manajemen: pusat, propinsi, dan kabupaten/kota;
· Meningkatkan pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan SMP agar sesuai dengan sistem prosedur dan target yang ditetapkan.
· Meningkatkan peran serta semua komponen masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya penun­tasan wajib belajar 9 tahun.

C. PENGORGANISASIAN DAN PELAKSANAAN TUGAS PADA LEVEL DAERAH

Untuk menjamin lancarnya program – progam diatas maka perlu dibentuk tim koordinasi dari level Propinsi sampai dengan Desa / Kelurahan dengan tugas dan fungsi sebagai berikut:
Tim Koordinasi Provinsi
· Menyusun rencana aksi provinsi untuk menyukseskan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar (GNP-PWB) sampai dengan tahun 2008/2009.
1) Mendata kondisi pencapaian wajib belajar 9 tahun.
2) Menetapkan target-target program serta tonggak-tonggak pencapaiannya pada tingkat Kabupaten/Kota.
3) Menyusun kebutuhan anggaran setiap tahun serta alokasinya untuk pelaksanaan program dari sumber APBD Provinsi setelah memperhitungkan patungan anggaran dari APBN dan APBD Kabupaten/Kota.
· Melaksanakan kegiatan GNP-PWB
1) Mencatat target sasaran dan anggaran yang dikelola setiap tahun pada tiap Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan GNP-PWB
2) Menggandakan dan mendistribusikan bahan-bahan sosialisasi, pedoman-pedoman dan bahan-bahan pembelajaran yang diperlukan dalam pelaksanaan GNP-PWB.
Tim Koordinasi Kabupaten/Kota
· Menyusun rencana aksi Kabupaten/Kota GNP-PWB sampai dengan tahun 2008/2009
1) Mendata kondisi pencapaian wajib belajar 9 tahun.
2) Menetapkan target-target program serta tonggak-tonggak pencapaiannya pada tingkat Kabupaten/Kota.
3) Menyusun kebutuhan anggaran tahunan serta alokasinya untuk pelaksanaan program dari sumber APBD Kabupaten/Kota setelah memperhitungkan patungan anggaran dari APBN dan APBD Propinsi.
· Melaksanakan kegiatan GNP-PWB
1) Mencatat target sasaran dan anggaran yang dikelola setiap tahun pada tiap Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan GNP-PWB
2) Melakukan sosialisasi, pedoman-pedoman dan bahan-bahan pembelajaran yang diperlukan dalam pelaksanaan GNP-PWB.
3) Mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau, serta melaksanakan sosialisasi yang dilaksanakan dikecamatan dan kelurahan.
4) Menggalang kerjasama dalam pelaksanaan GNP-PWB baik dengan aparat kecamatan dan desa/kelurahan maupun organisasi kemasyarakatan.
Tim Kordinasi Kecamatan
· Menghimpun, mengolah, dan menyajikan data wajib belajar per Desa/Kelurahan.
· Merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan GNP-WB yang dilakukan disetiap desa/kelurahan.
· Melaksanakan kerjasama dengan berbagai organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi profesi, dan pengusaha dalam mendukung GNP-PWB diseluruh desa/kelurahan.
· Memantau dan menghimpun laporan tentang proses dan hasil penyelenggaraan program secara periodik dari penyelenggara / pengelola pada setiap desa/kelurahan.
Tim Koordinasi Desa / Kelurahan
· Melakukan pendataan periodik pada setiap bulan.
· Melakukan sosialisasi pentingnya wajib belajar 9 tahun dan melek aksara bagi setiap anggota masyarakat.
· Mengkoordinasikan dan membantu lembaga / organisasi masyarakat sebagai penyelenggara atau pengelola program.
· Mendaftar anak usia 7-15 tahun yang belum sekolah dan mewajibkan orangtuanya untuk mengirimkan mereka ke sekolah dalam rangka mendukung wajib belajar 9 tahun.
· Melakukan pemantauan pelaksanaan program pendidikan keaksaraan kesetiap kelompok secara periodik.
· Menghimpun laporan proses dan hasil dan hasil penyelenggaraan program GNP-PWB dari setiap RT/RW secara periodik setiap bulan .

D. PENGAWASAN GNP-PWB

Pengawasan pelaksanaan gerakan ini harus dilakukan oleh berbagai pihak dan tiap Tim Koordinasi harus melaporkan perkembangan pencapaian wajib belajar kepada kalayak umum terutama kepada Tim Koordinator diatasnya, Pimpinan Daerah dan lembaga pengawas yang yang telah ditunjuk pemerintah secara periodik guna mengetahui apakah pekerjaan yang direncanakan telah dilaksanakan dengan tepat.